rss
twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Selasa, 02 Juni 2009

merenung..

Saya sedang termenung, menunggu ledakan-ledakan ide yang dari tadi meletup-letup. Banyak hal yang ingin saya tulis, tentang pengalaman ikut talkshow write your life kemaren bersama raditya dika, sang penulis yang absurd. Atau tentang Tvone, kabar petang tepatnya, pas sesi bang one disitu digambarkan bagaimana adagium TNI harus netral seolah terbantahkan dengan banyaknya purnawirawan yang tergabung dalam tim sukses ketiga capres dan cawapres, atau bahkan jadi capres dan cawapresnya sendiri. Atau juga kisah keponakan saya yang sangat lucu, dan banyak melontarkan dan melakukan hal yang tak terduga sebagai seorang balita berumur dua tahun lebih.

Tak heran, banyak penulis menyarankan agar kita selalu membawa note kemanapun kita pergi. So, dimanapun kita mendapatkan ide, kita bisa menuliskan gambaran besarnya atau inti tulisannya dalam note tersebut. Nah, sekarangkan udah eranya BB atau smartphone, jadi bisa juga fasilitas itu dimanfaatkan untuk mengkrop realitas keseharian kita yang unik, dan kemudian kelak kita kembangkan menjadi tulisan yang bisa jadi memiliki keunikan dua kali lipatnya. Bagi sebagian orang yang ditakdirkan untuk anti teknologi (terdengar sedikit idealis…daripada dibilang kurang beruntung karena belum bisa beli smartphoneJ), harus puas dengan berbekal note dan pulpen di saku.

Hmmm. Saya sedang bercita-cita menjadi penulis. Walaupun tak ada keturunan penulis, maklum ibu bapa saya tak begitu literate. Jangankan menulis, membaca saja mereka jarang, sedihnya. Kakak-kakak saya juga demikian, mereka bukanlah orang-orang yang akrab dengan buku, mereka hanya akrab dengan buku, ketika kesulitan mendera. Mereka akan mencari-cari buku apapun yang ada di rumah, dan dimanapun, di gudang, di kamar, di ruang tamu, bahkan kamar mandi. Bukan untuk dibaca, tapi untuk ditimbang, dan dijual secara kiloan, kejamnya…

Bagaimanapun, saya tetap bersemangat untuk menjadi seorang penulis, minimal penulis untuk diri saya sendiri. Walaupun memang, saya selalu yakin bahwa penulis itu bukanlah sesuatu yang “terlahir” begitu saja. Ada proses “pembuahan” minat, kemudian ia harus menunggu “9 bulan” untuk tumbuh dalam “rahim” pengalaman, jam terbang, dan perjuangan untuk benar-benar menjadi penulis. Menurut mereka yang pernah mengalaminya, inilah masa tersulit, dan masa-masa yang penuh dengan kepahitan. Bukan karena tiap hari mereka harus makan batrawali, atau jamu untuk menjadi penulis, tapi lebih karena banyak hal tragis yang mereka alami, dan tak jarang berakhir pada kata tangis (lebay jek ah). Dan kemudian, setelah “sembilan bulan” masa inkubasi itu, maka terlahirlah seorang penulis sejati, dengan nama dan karya besar, tak harus best seller memang, tapi puncak prestasi itu bisa mereka rasakan ketika buku mereka disusun di salah satu rak di toko buku terkenal.

SEMOGA..

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini