rss
twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Selasa, 02 Juni 2009

Otak kiri VS Otak kanan




Otak kiri: “ Ada 400 lebih rekan-rekan kita di wisuda di sesi empat kemarin. Itu satu sesi, jika totalnya ada lima sesi, tinggal 400 saja dikali lima. Kurang lebih dalam jumlah itulah kemudian mereka bersaing memperebutkan kesempatan kerja yang ada. Atau, jika ditarik lebih spesifik, kurang lebih ada tiga ratusan orang (dan 300 saingan) untuk setidaknya memperebutkan posisi-posisi yang tersedia bagi fresh graduate, sarjana ilmu komunikasi…fuiiihhhh, perjuangan yang melelahkan”

Otak kanan: “kawan, bukankah persaingan itu indah, aku tak tahan membayangkan bagaimana yang ratusan itu memperbutkan sebuah posisi…sungguh menyenangkan, dan menggembirakan!”

Otak kiri: : “menggembirakan dari HONGKONG!!!, kau pikir 400 itu sedikit?, belum lagi ribuan universitas di seluruh penjuru negeri yang juga melepas para wisudawannya. Yang ada angka pengangguran akan meningkat secara drastis, dan secara otomatis itu akan menggagalkan target pemerintah untuk mengurangi sekian jumlah pengangguran. Dan dari waktu ke waktu angka itu terus bertambah, sementara peluang semakin sempit kawan, lapangan kerja kita terbatas!!, ini bukan kegembiraan namanya!! Ini bencana!”

Otak kanan: “ini tetap menggembirakan…dan aku ingatkan, kegembiraan itu bukan dari HONGKONG, tapi di negeri ini, Indonesia. Karena orang Indonesia juga berhak untuk bahagia, setidaknya itu dijamin dalam declaration of human rights, atau pembukaan UUD 45, bahwa kemerdekaan (termasuk merdeka untuk gembira) ialah hak segala bangsa!!. Dan sudahlah, cukuplah berpikiran sempitnya, lihatlah tanah kita ini, masih banyak jengkal-jengkal tanah yang kosong untuk kau jadikan kantor sendiri, dan masih banyak sumber daya manusia yang sangat kompeten dan bisa diberdayakan dengan sangat baik. Dan lihatlah, jangankan 400 kawan, dihadapanmu ada 200 juta jiwa lebih manusia, bahkan diprediksi lima atau sepuluh tahun mendatang akan terjadi peningkatan setengahnya. So, kau tahu siapa mereka?, mereka adalah calon konsumenmu, pasar yang begitu menggiurkan bukan?”

Otak kiri: “ow…ayolah, cobalah sedikit rasional, jangan terlalu mengawang-ngawang. Maksudmu kau mau aku bikin kantor sendiri?, buka usaha sendiri?, dan merekrut orang-orang untuk dipekerjakan?. Boy, kalo mimpi jangan siang-siang, nanti kau ketinggalan kereta!!. Berapa banyak modal yang dibutuhkan?,dan darimana aku mendapatkannya?, dan kalaupun ada, bagaimana aku menjalankannya?. Menurut survey, rata-rata orang-orang yang sukses berbisnis, ternyata dulunya mereka pernah bekerja pada bidang yang sama, jadi mereka punya pengalaman dulu, baru bikin usaha!!”

Otak kanan: “ah, setauku kau bukan tim sukses salah satu capres dan cawapres, tapi kau percaya survey juga rupanya..haha. kawan aku hanya ingin mengingatkan satu hal, yang sering dikatakan usdatz kita. Katanya “survey itu bukan bagian dari rukun iman”. Nah, kau tau itu, dan jelas sekarang, bahwa survey itu memang baik, tapi ia tak harus menjadi hal yang harus kita yakini dengan begitu dalamnya. Prediksi itu bisa meleset kawan, dan kau sendiri tau, bahwa ukuran terbaik suatu teori adalah ketika teori tersebut bisa divalsifikasi. Jadi, mengapa tidak buat eksperimen baru, membongkar kemapanan survey yang ada?.”

Otak kiri: “hmmm….masuk akal juga….tapi itu terlalu berat, resikonya terlalu besar!!”

Otak kanan: “di dunia ini semuanya beresiko kawan, tapi itu semua sebanding dengan apa yang akan kau dapatkan kelak. Dan begitulah Sunnatullah, sesuatu yang wajib kau yakini melebihi keyakinanmu terhadap survey manapun, baik keluaran LSI ataupun Harvard University”

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini