rss
twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Rabu, 03 Juni 2009

Dari Manohara, sampai tidur pagi


Manohara sudah kembali ke pangkuan ibunya, kapal perang orang-orang malay seolah tak punya malu terus-menerus memasuki aurat perairan kita. Sementara itu, dibalik teralis, pada akhirnya Prita, seorang ibu rumah tangga yang harus merasakan penjara gara-gara email, diberikan penangguhan penahanan oleh polisi. Prita bisa pulang, dengan sujud syukur, dan kembali ke pangkuan anak-anaknya. Di bagian bumi yang lain (masih di indonesia), sekumpulan intelektual ramai-ramai memadati jalan, mereka mewakili dua identitas. Bukan sedang melakukan lomba debat, atau diskusi berbobot tentang bagaimana seharusnya rakyat menyeleksi pemimpin, apalagi berteriak lantang memperjuangkan hak-hak kaum tertindas, mereka hanya sedang adu jotos. Ya, adu jotos kawan. Seolah tak mampu mengaktualisasikan diri melalui pertarungan pemikiran, mereka menyerahkan hidupnya pada emosi dan amarah, hingga akhirnya ototlah yang berbicara atas nama solidaritas. Saling lempar batu, balok dan pentungan.

Sementara itu, di sudut lain Indonesia, seseorang seseorang sedang terdiam, atau larut dalam kesenangannya..entahlah. ia sedang lapar sebab ia memang belum sarapan. Ia juga sedang memikirkan makanan yang enak-enak, dan minuman yang hangat-hangat. Apakah sepiring nasi goreng dan secangkir susu coklat dapat mengenyahkan keresahan?. Entahlah, karena seseorang itu ternyata saya. Jadi nanti saja jawabannya dikirim setelah nasi goreng dan susu coklat itu benar-benar ada, dan berjalan melalui kerongkongan saya.

Cobalah mengerti. Begitu kata peterpan. Betapa banyak orang yang ingin dimengerti di dunia ini. Seorang penyair berteriak melalui puisinya, ketika seorang musisi lantang dengan syair dan aransemen musiknya. Di saat yang sama, anak-anak melakukannya dengan menggambar sebidang bentuk, atau satu hal yang lebih sederhana: menangis. Saya juga melihat seorang terdakwa sedang melakukan pledoi. Dan itu semua adalah bahasa lain dari ungkapan yang ditujukan pada dunia: “cobalah mengerti”.

Tapi ternyata, tak selamanya dunia mengerti. Seringkali kita harus puas dengan mengusap dada. Biarlah semua itu berlalu, dan biarlah orang lain tak tahu bagaimana ingin dimengertinya kita, dan walaupun mereka mencoba mengerti, kita harus puas dengan kenyataan bahwa pengertian mereka salah. Jika seperti ini, lebih baik tidak dimengerti sama sekali.

Tapi ternyata, bagaimana orang lain akan mengerti, sementara saya sendiri bingung dengan apa yang saya tulis?. Dan memang tulisan ini sulit dimengerti, walaupun saya sedikitnya paham lanturan kalimat-kalimat ini adalah senjata untuk mengusir kantuk. Jari-jari yang saya gerakkan di keyboard adalah amunisi-amunisi yang saya lepaskan untuk “membunuh” sebuah kebiasaan buruk saya: tidur pagi.

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini